Mungkin di antara kita ada yang telah menjadi kader KAMMI selama 4 tahun. Ada juga yang sudah 2 tahun. Ada juga yang baru satu tahun atau bahkan kurang. Waktu adalah ukuran yang memberi kita label orang baru atau lama, dan hal tersebut memang tidak bisa dihindari. Tapi itu tidak memberi arti apa-apa bila lama dan baru, senior dan junior harus dipakai sebagai simbol kehormatan. Waktu akan berarti bila diartikan sebagai ‘kesempatan untuk berkontribusi’ sebagai aktivis mahasiswa. Kesempatan untuk berkontribusi sebagai kader KAMMI. Artinya, waktu hanyalah ukuran kesempatan untuk beramal sebagai kader KAMMI. Maka, menjadi kader KAMMI dalam perspektif kesempatan hanyalah soal takdir.
Kita perlu menyadari sesungguhnya sejarah bangsa Indonesia adalah sejarah kaum muda, bahkan, sejarah dunia pun sejarah kaum muda. Terutama mahasiswa yang merupakan entitas intelektual yang menempati posisi strategis dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Mahasiswa adalah agen-agen pengubah, pilar-pilar keadilan dan kebenaran, teladan perjuangan, dan aset kunci masa depan bangsa yang tak terpisahkan dari rakyat Indonesia.  Berangkat dari kesadaran sejarah dan kenyataan hari ini, kita menyadari KAMMI lahir untuk mengawal cita-cita sejati reformasi, menyejahterakan rakyat dan mengisi kemerdekaan yang diwariskan oleh para pendiri bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, kesadaran-kesadaran dalam diri kitalah yang memberi kita rasa terarah, perasaan menuju ke tujuan mengapa kita menjadi kader KAMMI? Kesadaran tentang makna menjadi kader itulah yang akan menjadi pendorong, landasan, sekaligus penguat mengapa kita mau berlelah-lelah bekerja, berkontribusi, dan menjalankan amanah-amanah dakwah. Yang membuat kita rela untuk infaq, syuro, dauroh, demonstrasi yang menyebabkan waktu istirahat berkurang, waktu berkumpul dengan keluarga sedikit, banyak kesenangan pribadi yang di singkirkan bahkan memprioritaskan tujuan dan capaian dakwah di atas cita-cita pribadi. Itulah yang disebut kesadaran akan menjadi kader. Kesadaran argumentasi, kesadaran afiliasi, kesadaran berkontribusi dan kesadaran ekspektasi adalah empat hal yang perlu kita bangun untuk menjadi kader KAMMI yang bisa menjadi landasan kuat bagi kita, untuk bisa terus bertanggungjawab sebagai kader dengan baik, maksimal dan penuh produktivitas. Kesadaran Argumentasi adalah atas dasar apa sesungguhnya kita menjadi kader KAMMI. Kesadaran afiliasi, dalam perspektif normative ajaran Islam, adalah perintah untuk tidak hidup sendirian. Afiliasi yang benar, kuat dan loyal harus berbuah amal dan kontribusi. Kesadaran berkontribusi memberi kita pembuktian pada tataran yang lebih nyata tentang arti menjadi aktivis KAMMI. Dan kesadaran ekspektasi menjelaskan harapan-harapan yang ingin kita peroleh dari menjadi kader. Harapan itu ada yang terkait dengan harapan jauh di akhirat. Ada juga harapan yang dekat di dunia.
Merenungkan kembali makna menjadi kader KAMMI, pada akhirnya adalah merenungkan kembali tentang ekspektasi kita, harapan-harapan jauh dan harapan-harapan dekat kita. Tanpa itu segalanya bisa berubah menjadi sangat hampa. Afiliasi menjadi kering. Dan kontribusi hanya menjadi parade keterpaksaan. Menjadi aktivis KAMMI tiba-tiba berubah menjadi keterlanjuran yang di sesali. Di sini mimpi-mimpi dan kerinduan tentang kebahagiaan, balasan dan kejayaan sangat perlu untuk terus ditata kembali. Seperti potongan-potongan puzzle yang indah, yang kadang sedikit tidak beraturan karena benturan atau goncangan, kita perlu membuat gambar tentang harapan itu menjadi utuh kembali. Begitu seterusnya kesadaran ekspektasi harus terus ditata dan dirapikan agar selalu tampak indah dan menggairakan.
Kesadaran-kesadaran tersebut, secara berkelanjutan harus kita asah. Kita memang harus terus merenungkan kembali apa artinya menjadi aktivis. Itu mungkin tidak akan menghilangkan sama sekali rasa lelah akibat menjadi aktivis. Hal itu mungkin juga tidak akan menghilangkan sama sekali masalah-masalah, perbedaan pendapat, dan kadang juga kegagalan-kegagalan. Tapi setidaknya, kesadaran-kesadaran itu bisa membuat kita merasa punya alasan yang memadai mengapa kita mau menjadi aktivis KAMMI. Sampai hari ini.
Kesadaran Argumentasi. (Al  Wa’yu al-ma’rifi)
Kesadaran Argumentasi adalah atas dasar apa sesungguhnya kita menjadi kader KAMMI. Pertanyaan ini harus mampu kita jawab dengan sejujur-jujurnya. Pertanyaan ini harus sering kita ulang-ulang, bukan untuk menunjukan keraguan tapi untuk menguatkan keyakinan. Inilah yang di namakan niat.
“Semua amal perbuatan tergantung niatnya dan setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang ia niatkan…” (HR Bukhari dan Muslim)
KAMMI adalah gerakan dakwah dan anak kandung dakwah, maka kemudian menjadi aktivis KAMMI adalah menjadi aktivis dakwah. Oleh sebab itu, kita harus punya alasan yang kuat mengapa mau berdakwah dan bergabung bersama barisan KAMMI. Dan mengapa sampai hari ini masih mau menjadi kader KAMMI. Kesadaran itu harus tertanam kuat di sanubari kita. Banyak argumentasi dapat kita temukan dalam ajaran-ajaran agama kita. Tapi yang menguatkan tetap panggilan jiwa kita sendiri.
Dalam Islam ada beberapa penjelasan tentang pentingnya berdakwah, mengajak orang kejalan kebaikan dan memperbaiki kerusakan di masyarakat.
Argumentasi pertama adalah hukumnya, menurut Muhammad Abul Fathi Al-Bayanuni dalam Al-Madkhal ilaa Ilmid Dakwah, semua ulama sepakat bahwa berdakwah itu hukumnya wajib. Para ulama hanya berbeda pendapat tentang apakah itu wajib ‘aini (atas semua orang) ataukah wajib kifa’iyah (bila telah ada yang melaksanakan maka yang lain tidak wajib). Namun demikian yang menganggap wajib kifa’iyah, juga berpendapat bahwa bila belum tersedia jumlah yang mencukupi maka semua terkena perintah wajib untuk berdakwah.
Argumentasi Kedua, Dakwah sebagai sebaik-baik perkataan.
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang-orang yang berdakwah kepada Allah dan beramal shaleh, dan mereka berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Fushshilat: 33)
Argumentasi ketiga, Janji pahala yang akan turut mengalir dari orang yang telah di tunjukan ke jalan kebaikan.
“Barang siapa menunjukan kejalan kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala yang melakukannya” (HR. Muslim)
Argumentasi keempat, Ancaman Allah
“Demi Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya. Hendaklah kamu menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Ataukah Allah akan menurunkan Azabnya, lalu kalian berdo’a meminta diangkat adzab dan tidak dikabulkan.” (Al Hadist)
Argumantasi kelima, Kenyataan Sejarah dan hari ini
Sesungguhnya Sejarah bangsa Indonesia adalah sejarah kaum muda, terutama mahasiswa yang merupakan entitas intelektual yang menempati posisi strategis dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Mahasiswa adalah agen-agen pengubah, pilar-pilar keadilan dan kebenaran, teladan perjuangan, dan aset kunci masa depan bangsa  yang tak terpisahkan dari rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia pasca reformasi tidak membawa perubahan yang signifikan bagi rakyat, hal ini tercermin dari lemahnya penegakan supremasi hukum yang berdampak sistemik sehingga praktek korupsi tetap mengakar di negeri  ini.  Sementara itu, kesejahteraan terasa semakin menjauh dari kenyataan, karena pemerintah menggunakan sistem ekonomi yang lebih berpihak kepada kepentingan pasar dan mengabaikan kepentingan rakyat Indonesia.
Berangkat dari kesadaran sejarah dan kenyataan hari ini, kita menyadari bahwa gerakan mahasiswa lahir untuk mengawal cita-cita sejati reformasi, mensejahterakan rakyat dan mengisi kemerdekaan yang di wariskan oleh para pendiri bangsa Indonesia.
Ada juga Arkanul baiat seperti Al Fahmu (pemahaman), Al Ikhlas (ketulusan), hingga sampai rukun At Tadhiyyah (pengorbanan), semua itu adalah landasan yang membuat kita memiliki argumentasi.
Argumentasi semacam hal-hal tersebut, dari waktu ke waktu harus menginternalisasi ke dalam diri kita sehingga bias berubah dari pemahaman menjadi kesadaran. Dan dari kesadaran menjadi kesediaan dan kerelaan.
Kesadaran Afiliasi. ( Al Wa’yu Al-Intima-i)
            Kesadaran afiliasi, dalam perspektif normative ajaran Islam, adalah perintah untuk tidak hidup sendirian. Tetapi dalam konteks gerakan mahasiswa, afiliasi pada dasarnya menjelaskan adanya tuntutan kerjasama dalam mewujudkan cita-cita kemahasiswaan kita. Bahwa tugas-tugas KAMMI yang wajib dan mulia itu, tidak dapat dilaksanakan sendirian. Harus ada kerja sama. Lebih dari itu afiliasi adalah mekanisme pengelolaan sebuah gerakan dari personal dan parsial menjadi kerja-kerja yang integral dan universal.
            Kita juga perlu menyadari bahwa gerakan dakwah yang KAMMI lakukan juga berhubungan dengan gerakan dakwah yang lebih besar, bahkan berhubungan dengan gerakan mengembalikan kejayaan Islam itu sendiri. Menurut Fathi Yakan, afiliasi (intima’) kepada gerakan dakwah yang benar pada dasarnya adalah afiliasi kepada Islam itu sendiri (intimai’ diini). Lalu sesudah itu adalah afiliasi kepada langkah–langkah dan perjalanan dakwah Islam yang di usung oleh dakwah atau harokah Islam itu (intima’ mashiri). Semangat dasarnya adalah tolong menolong di dalam kebaikan.
            “Dan tolong-menolonglah kamu di dalam kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Ma’idah: 2)
            Kebaikan dari hasil tolong menolong akan lebih kuat dibanding kebaikan individual, sebab secara jumlah bisa menjadi banyak sekaligus selaras dengan perintah Allah untuk saling tolong menolong. Setiap manusia saling memerlukan satu dengan yang lain. Sebab kelengkapan seseorang ada pada orang lain. Dan bahwa setiap orang sangat perlu kepada pertolongan orang lain. Karena manusia diciptakan dengan kekurangan-kekurangan.
            Kesadaran afiliasi sangat dipengaruhi oleh kesadran argumentasi. Bahwa pada akhirnya hidup tidak ada yang benar-benar netral. Dalam pengertian tanpa afiliasi, itu tidak mungkin. Setiap kita secara alami diciptakan atas dasar kecendrungan berafiliasi. Dan afiliasi kader KAMMI adalah kepada dakwah. Namun demikian afiliasi kader KAMMI adalah afiliasi yang sampai pada tingkat loyalitas. Di tahap ini afiliasi memerlukan sebuah komitmen. Afiliasi memerlukan pengorbanan. Karena itu, yang bisa memperkuat kesadran afiliasi itu adalah kita sendiri. Kita yang harus memiliki persepsi yang memadai mengapa saya berafiliasi, mengapa saya bergabung (intima’i) dengan KAMMI. 
Kesadaran Berkontribusi, (Al Wa’yu Al-Intaji)
            Afiliasi yang benar, kuat dan loyal harus berbuah amal dan kontribusi. Kesadaran berkontribusi memberi kita pembuktian pada tataran yang lebih nyata tentang arti menjadi aktivis KAMMI. Sebab di sini kita bicara tentang apa yang bisa kita lakukan, apa yang bisa kita berikan, dan apa yang bisa kita perjuangkan untuk kemajuan Islam dan dakwah Islam.
            Di sini berlaku pembedaan atas dasar amal, atas dasar kualitas, dan atas dasar kontribusi. Allah memberi keutamaan dan kelebihan kepada yang berjuang di bandingkan yang duduk-duduk saja. Yang bekerja lebih utama dari yang tidak. Yang berkontribusi lebih mendapatkan kemuliaan dari yang tidak.
Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk ddengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa derajat daripada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah maha pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nisa’: 95 – 96)
            Berkontribusi dalam amal adalah ruh pertumbuhan. Pertumbuhan adalah inti utama model kehidupan yang dibangun Islam. Bahkan itu pula yang menjadi pertaruhan para Rasul dengan umat-umatnya yang membangkang.
Dan (dia Syu’aib berkata): Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan siapa yang berdusta. Dan tunggulah azab (Tuhan), sesungguhnya akupun menunggu bersama kamu.” (QS. Huud: 93)
            Di tengah peluang dan tantangan masa depan yang terus dihadapi gerakan KAMMI, peluang untuk beramal dan memberi kontribusi yang maksimal sangatlah besar. Bila kita memiliki kesadaran kontribusi yang baik, maka sesudah itu hanya soal pilihan ruang dan model. Mengembangkan kualitas dan kuantitas kader, mengadvokasi masyarakat, mendidik dan mencerdaskan masyarakat, mengembangkan model ekonomi yang mensejahterakan masyarakat adalah sebagian contoh apa yang bisa kita lakukan. Dalam Islam sistem peran adalah kontribusi untuk kita sendiri.
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri.” (QS. Al Isra’: 7)
Sebagai kader, setiap kita pasti punya situasi dan kondisi yang berbeda-beda. Mungkin ada di antara kita yang loyalitasnya sebagai kader bagus, tetapi produktifitasnya kurang. Kontribusinya rendah. Ada yang afiliasinya rendah, kontribusinya juga rendah. Yang lebih baik, tentu saja adalah bila loyalitas baik dan kontribusinya juga maksimal.
Kesadaran Ekspektasi. (Al Wa’yu al-amali)
            Kesadaran ekspektasi menjelaskan harapan-harapan yang ingin kita peroleh dari menjadi kader. Harapan itu ada yang terkait dengan harapan jauh di akhirat. Ada juga harapan yang dekat di dunia. Pada akhirnya inilah puncak hiburan, penyegar dan pendorong bagi setiap aktivis dakwah. Spiritnya terdapat pada doa-doa abadi yang selalu kita ucapkan, “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan periharalah kami dari siksa neraka.”
            Harapan sangat jauh adalah surga. Sesuatu yang harus terus menerus kita hadirkan, kita bayangkan, dan kita angankan.
“Sesungguhnya Allah memasukan orang-orang beriman dan mengerjakan amalm shalih ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di surga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutera. Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang terpuji.” (QS. Al Hajj: 23-24).
Yahya bin Mu’adz, bersyair:
Memburu dunia kadang merendahkan jiwa
Sedang memburu akhirat adalah kemuliaan jiwa
Maka bagaimana kita memburu apa yang merendahkan untuk mencari apa yang fana
Serta meninggalkan yang memuliakan untuk mencari yang abadi
Dunia adalah tempat yang gersang
Lebih gersang lagi adalah hati-hati yang memburunya
Sedang akhirat adalah tempat yang makmur
Dan lebih makmur lagi adalah jiwa-jiwa yang mencarinya.
            Sedangkan harapan-harapan dekat adalah kebahagiaan dunia, kejayaan di dunia, serta kesempatan memakmurkan bumi bagi kehidupan yang lebih baik untuk semua.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top