Ikhwah fillah rahimakumullah
 Masih amat membekas di benak kita tentang kisah keteladanan seorang penggembala kambing di zaman Khalifah Umar ra. Inilah sosok pemuda yang akan terus menjadi ‘icon’ dakwah sepanjang masa. Betapa tidak, di tengah himpitan dan kerasnya pergulatan hidup ini tidak sekepingpun dari keimanannya, keyakinannya digadai, ditukar atau bahkan dijual demi mendapatkan kenikmatan hidup yang sesaat ini. Yang menarik dari kisah ini adalah kata kunci yang menjadi ‘eye Catching’ dari keseluruhan kisah ini yaitu ‘FA AINALLAH’. Kalimat sederhana itu mengalir dari lidah tegar penuh optimis seorang mukmin sejati. Kalimat ‘fa ainallah’ itu tidak dialamatkan untuk mencuri perhatian Khalifah Umar ra. atau sengaja ditujukan untuk mencari muka –carmuk—seperti yang sering dipertontonkan kebanyakan masyarakat di negeri ini, saat kunjungan para pejabat kepada mereka. Dia tidak lahir begitu saja, akan tetapi kalimat spektakuler ini dilafalkan dari sanubari hati yang paling dalam karena mahabbah kepada Allah swt.   Ikhwah fillah rahimakumullah Begitulah seharusnya kita dalam menjalani kehidupan dakwah ini. Sepanjang kultur ‘Fa ainallah’ telah meresap dalam-dalam pada diri kita, inilah modal awal kita membangun optimisme dakwah. Bayangkan seorang penggembala kambing yang hidup di tengah gurun, jauh dari pantauan siapapun, tidak tersentuh teknologi tinggi (350 tahun lalu) mampu merekonstruksi ma’iyatullah dengan begitu indah. Sudah barang tentu tidak sulit bagi kita merekonstruksi, menghayati nilai-nilai ma’iyatullah di era teknologi informasi sekarang ini. Allah sudah pasti dan  selalu menyertai hamba-hamba-Nya yang beramal, bergerak, berjuang dan berjihad demi kemulyaan Islam dan kaum muslimin. Keyakinan ini sudah selayaknya menghujam pada diri kita. …Intanshurullah yanshurkum wa yutsabbit aqdamakum… (Qs. 47:10) Alladziina jaahadu fiina lanahdiyannahum subuulana wa innalaaha la ma’al muhsinin (Qs. 29: 29) 
  Ikhwah fillah rahimakumullah
 Ma’iyatullah harus diartikan bahwa perjuangan menegakkan din yang hak melalui jalan dakwah dengan ahdaf dan qororot di dalamnya pasti didukung, ditolong dan dibela Allah dan bala tentaranya. Inilah pondasi dalam merangkai optimisme untuk memetik kemenangan demi kemenangan di jalan dakwah ilallah. Tidak boleh sedikitpun terbersit keputus asaan, pesimistis dan kehilangan harapan di dalam diri kita. Bahkan sifat seperti ini dilarang Allah,..walaa tahinuu fibthigho’il qoum…(Qs.4:104) Ma’iyatullah selalu berbuah ta’yidullah artinya dukungan, pertolongan berupa apa saja pasti Allah berikan kepada pembela, penolong dan penegak agama Allah ini.  Ikhwah fillah rahimakumullah Tidak boleh ada keraguan bagi kita bahwa dakwah ini cepat atau lambat, Allah akan perlihatkan kemenangan itu dengan kita menyaksikan sendiri atau kita sudah bersaksi di hadapan Allah. Kesertaan dan penyertaan Allah dalam kehidupan ini mesti tercermin dalam setiap gerak-gerik kita. Untuk itu perlu mahafazhoh atau penjagaan ma’iyatullah ini agar tetap berada di sekitar kita. Isyarat-isyarat kemenangan banyak Allah paparkan di dalam Alquranul karim, salah satunya adalah dalam surat Al Anfaal ayat 45 sampai dengan 47, inilah dhowabith yang akan senantiasa menjaga mai’yatullah kita.
 1.    Bersikap tsabat Kehadiran, keterlibatan dan keterikatan kita dalam dakwah ini adalah pilihan sekaligus iradah Allah. Artinya kita secara sadar dan penuh kesadaran telah memilih jalan ini, untuk kemudian tekad suci ini bertemu dengan kemauan dan kehendak Allah, maka jadilah dia sebuah ketegaran, keteguhan, tsabat yang tidak mudah digunjang oleh kekuatan sebesar apapun kecuali oleh sang pemilik kekuatan itu sendiri. Inilah jamaah dakwah yang kita telah beriltizam di dalamnya, yang kita patuhi amarannya, baik dalam susah ataupun senang, baik dalam keadaan lapang ataupun sempit. Bergerak, berputar bersama jamaah ini kemanapun dia bergerak menuju ridho Allah dengan pencapaian ahdaf sebesar-besarnya hingga tegaknya khilafatullah fil ardh.
 2.    Banyak-banyak dzikrullah
 Sikap tsabat mengantarkan seseorang untuk senantiasa dzikrullah, mengingat perintahNya, mengingat laranganNya, membesarkan asmaNya, mensucikan dzat-Nya dan memuji kebesaranNya. Kesibukan dzikrullah akan mengantarkan kita pada ma’unah Allah swt. Bahkan akan menentramkan jiwa kita sebagai modal dalam menghadapi tantangan, rintangan dan halangan di jalan dakwah. (…‘ala bidzkrillahi tathma’innal quluub…) Dzikrullah akan membawa pelakunya menjadi a’dho yang qonaah atas setiap keputusan dan kebijakan jamaah karena dia akan selalu husnudz-zhan dan berfikir positif yang tentunya sikap ini dilanjutkan dengan kreasi-kreasi dalam menjalankan amr jamaah.
 3.    Taat kepada Allah swt. dan kepada Rasul saw.
Faktor kemenangan dakwah ditandai dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ma’rakah Badr menjadi monumen kemenangan tentara kebenaran dalam ketaatannya kepada Allah dan Rasul. Sebaliknya di perang Uhud inflasi ketaatan telah berakibat kekalahan. Oleh karena itu jangan pernah kita menganggap remeh, mudah bahkan meninggalkan ketaatan itu.
  4.    Tidak Berbantah-bantahan (‘Adamut Tanaju’)
Prinsipnya berbeda pendapat adalah biasa tapi menjadi tidak biasa ketika perbedaan pendapat tersebut teraktualisasi menjadi friksi-friksi atau benturan-benturan kepentingan yang tidak lillah yang pada gilirannya akan berakhir dengan terbentuknya faksi-faksi atau kelompok atau golongan. Inilah yang tengah terjadi dalam masyarakat negeri ini. Untuk itu soliditas struktural dan personal menjadi hal mutlak dalam menjalankan dakwah. Bagaimana mungkin terbentuk wihdatul ummah sementara tidak terjadi wihdatul shufuf di kalangan pejuang Islam sendiri. Alhamdulillah jamaah kita diberkahi Allah dengan orang-orang yang sadar akan hal tersebut sehingga matanatut tanzhimiyah terjadi di jamaah kita ini.
  5.    Bersabar Allah menyuruh kita agar bersabar dalam segala hal termasuk dalam dakwah. Akan tetapi yang jauh lebih penting untuk kita tetap sabar adalah dalam menghadapi musibah kehidupan seperti kematian orang yang kita cintai, jatuh ke lembah papa setelah mengalami hidup layak, atau perasaan takut bahwa hal tersebut akan menimpa kita. Ini diterangkan oleh Allah dalam surah al-Baqarah ayat 155,"Dan sungguh Kami berikan cubaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." Kabar gembira buat orang yang bersabar, "Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raaji'uun. (Sesungguhnya kami berasal dari Allah dan kepada-Nya kami akan kembali.)" (Qs. 2:156).  Adapun  balasan bagi orang yang sabar adalah keberkahan, kesempurnaan, rahmat dan petunjuk dari Allah. "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabar sajalah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (Qs. 39:10) Allah akan mencukupkan pahala bagi orang yang sabar itu tanpa atas. Kemenangan Rasulullah s.a.w dalam perjuangan menegakkan Islam adalah buah dari kesabaran.
 6.    Tidak Takabur (‘Adamul Bathr)
 Alhamdulillah, patut kita syukuri bahwa jamaah dakwah kita yang telah menjadi institusi formal bernama Partai Keadilan Sejahtera telah banyak mendapat sambutan hangat yang luar biasa dari masyarakat, tidak ketinggalan segudang julukan terhormat disematkan pada partai kita. Namun sambutan, julukan dan gelar tersebut sudah barang tentu tidak sampai menyebabkan kita menjadi besar kepala. Ingat kekalahan kaum muslimin di perang Hunain justeru disaat kaum muslimin berperang dalam jumlah pasukan yang besar. (Qs. At Taubah:46) Dan penyebab kekalahan tersebut dikarenakan sifat ‘ujub’ dengan jumlah yang besar. Sekarang yang terpenting bagi kita adalah menggiring sambutan, julukan dan gelar masyarakat tadi menjadi benar-benar memenangkan partai ini pada pemilu mendatang.
 7.    Riya’ (‘Adamu riya’)
 Ikhlas titik. Itu mungkin kata kunci yang akan menyelamatkan amal kita di akhirat kelak. Inilah sifat yang amat dikhawatiri para sahabat Rasul saw. Termasuk kekhawatiran Abu Ash-Shiddiq tentang hal ini, sehingga beliau senantiasa berdoa dan berlindung dari sifat riya’ ini,”Allahumma inna naudzu bika min annusyrika bika syai’an na’lamuh wa nastaghfiruka lima laa na’lamuh.”  Ikhwah fillah rahimakumullah Demikianlah ikhwah fillah, sejatinya mai’yatullah itu akan menumbuh suburkan optimisme dalam diri kita dalam menyongsong kemenangan dakwah, terlebih ketika ma’iyatullah itu dibingkai dalam akhlak harakiyah yang tercermin dalam surat al anfaal di atas. Akhirul kalam billahi taufiqi wal hidayah. In uriidu illal ishlahi mastatho’tum…

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top